maaf dan berlapang dada

Saya bukan lah seorang yang pandai memendam rasa, bila masalah berterabur atas kepala, adakala ia turut mempengaruhi reaksi wajah malah tindakan hingga adakala ia mempengaruhi hubungan dengan orang sekeliling...apatah lagi bila tindakan orang lain yang tidak kena pada mata saya, seterusnya orang itu akan saya biarkan...dia dan hidupnya dan saya dan hidup saya.

Bila amarah dan tindakan tidak waras, penyesalan akan hadir lewat setelah segala yang tidak kena berlaku....17 Ramadhan ini, bila saya membuka mukjizat ALlah yang maha besar itu...saya umpama terasa tertampar...

' Dan janganlah org2 yg mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahawa mereka tidak akan memberi bantuan kepada kaum kerabatnya; org2 yg miskin dan org2 g berhijrah pd jalan ALLah, dan hendaklah mereka MEMAAFKAN dan BERLAPANG DADA. APAKAH KAMU TIDAK INGIN BAHAWA ALLAH MENGAMPUNIMU? dan ALLAH MAHA PENGAMPUN lagi PENYAYANG' An Nuur: 22

Nasihat pada hati berlembutlah, hulurkan kemaafan dan berlapang dada..bukankah keampunan ALLah itu lebih utama. Saya bersalah...dan saya minta maaf.

dan kisah ini turut menyedarkan saya..... Ahli sufi dan muridnya

Ahli sufi tersebut telah mendatangi salah seorang ank muridnya, dan wajah anak muridnya itu kebelakangan ini tampak murung dan bersedih...

Guru sufi itu bertanya:
"Kenapa kau bermurung wahai anak? Bukankah banyak hal yang indah didunia ini? Ke mana pergi wajah bersyukurmu??"

Jawab sang murid muda:
"Guru...Kebelakangan ini hidup saya penuh masalah..Sulit untuk saya tersenyum, masalah datang tidak habis-habis"

Sang Guru terkekeh.
"Nak, ambil segelas air dan dua genggam garam.Bawalah kemari. Biar kuperbaiki suasana hatimu itu"

Si murid pun beranjak perlahan tanpa semangat. Ia laksanakan permintaan
gurunya itu, lalu kembali lagi membawa gelas dan garam sebagaimana yang diminta.

"Cuba ambil segenggam garam, dan masukkan ke segelas air itu,Setelah itu coba kau minum airnya sedikit."

Si murid pun melakukannya. Wajahnya kini meringis karena meminum air
asin.

"Bagaimana rasanya? "tanya Sang Guru.

"Masin, dan perutku jadi mual :jawab si murid dengan wajah yang masih
meringis"

Sang Guru terkekeh-kekeh melihat wajah muridnya yang meringis
keasinan.

"Sekarang kau ikut aku"

Sang Guru membawa muridnya ke danau di dekat tempat mereka.

"Ambil garam yang tersisa, dan tebarkan ke danau"

Si murid menebarkan segenggam garam yang tersisa ke danau, tanpa
bicara. Rasa asin di mulutnya belum hilang. Ia ingin meludahkan rasa
asin dari mulutnya, tapi tak dilakukannya. Rasanya tak sopan meludah
di hadapan mursyid, begitu pikirnya.

"Sekarang, cuba kau minum air danau itu" kata Sang Guru sambil
mencari batu yang cukup datar untuk didudukinya, tepat di pinggir
danau.

Si murid menangkupkan kedua tangannya, mengambil air danau, dan
membawanya ke mulutnya lalu meneguknya. Ketika air danau yang dingin
dan segar mengalir di tenggorokannya, Sang Guru bertanya
kepadanya " Bagaimana rasanya?"

"Segar, segar sekali" kata si murid sambil mengelap bibirnya dengan
punggung tangannya. Tentu saja, danau ini berasal dari aliran sumber
air di atas sana. Dan airnya mengalir menjadi sungai kecil di bawah.
Dan sudah pasti, air danau ini juga menghilangkan rasa asin yang
tersisa di mulutnya.

"Terasakah rasa garam yang kau tebarkan tadi?"

"Tidak sama sekali," kata si murid sambil mengambil air dan
meminumnya lagi. Sang Guru hanya tersenyum memperhatikannya,
membiarkan muridnya itu meminum air danau sampai puas.

"Nak," kata Sang Guru setelah muridnya selesai minum.

"Segala masalah dalam hidup itu seperti segenggam garam. Tidak kurang, tidak lebih.
Hanya segenggam garam. Banyaknya masalah dan penderitaan yang harus kau alami sepanjang kehidupanmu itu sudah dihitung dan ditentukan oleh Allah, sesuai
untuk dirimu. Jumlahnya tetap, begitu-begitu saja, tidak berkurang dan tidak bertambah. Setiap manusia yang lahir ke dunia ini pun demikian. Tidak ada satu pun manusia, walaupun dia seorang Nabi, yang bebas dari penderitaan dan masalah."

Si murid terdiam, mendengarkan.

"Tapi Nak, rasa `asin' dari penderitaan yang dialami itu sangat
tergantung dari besarnya 'qalbu'(hati) yang menampungnya. Jadi Nak,
supaya tidak rasa menderita, berhentilah jadi gelas. Jadikan qalbu
dalam dadamu itu menjadi sebesar danau."

Berlapang dada...itulah kalimah yang serng kali saya dengar dalam beberapa kuliah....bukan mudah untuk miliki hati seluas danau....namun itu lah sumber kekuatan dalam menjalani kehidupan...

dan asasnya tentu sekali redha dan percaya bahawa ALLah tidak akan menzalimi hambanya...betapa setiap insan dicipta dengan ujian yang tersendiri...diuji untuk memperolehi sesuatu yang lebih baik

berlapang dada dan maafkanlah.... sedang ALLah memaafkan dan menerima..mengapa kita sukar memaafkan dan membiarkan segalanya terbuku dalam hati. Apakah kita manusia ini lebih besar dari ALlah sehingga kuasa maaf itu tidak boleh dibicarakan lagi..Dan jangan biarkan hati yang keras itu menutup pandangan ALlah pada diri.

Sebagai kakak, anak, teman, guru dan seorang pekerja.... saya minta maaf.

Comments

Popular posts from this blog

+persepsi dan pengorbanan+

Kembara Rohani yang baru.. .